Dan jika bicara tentang misteri pasti tidak terlepaskan dari cerita Mitos Pesugihan Kembang Sore dan Misteri Putri Roro Kembang Sore ini, yang mana keberadaanya seringkali membuat orang ketakutan atau penasaran.Kebenaran ceritnya mungkin pernah dialami oleh sebagian orang yang ada disekitarnya. Dan disaat jam-jam tertentu mungkin keberadaanya dapat dilihat atau dirasakan bagi orang-orang tertentu. Dan bukan hal yang aneh jika seorang mempunyai kekuatan supranatural yang lebih bisa mendeteksi keberadaanya bahkan perwujudanya dapat ditampakan dengan mata batinya. Namun apakah anda percaya dengan Mitos Pesugihan Kembang Sore dan Misteri Putri Roro Kembang Sore yang satu ini, jawabanya mungkin hanya anda sendiri yang dapat membuktikannaya.
Dan seperti apa cerita selengkapnya mengenai Mitos Pesugihan Kembang Sore dan Misteri Putri Roro Kembang Sore yang menyeramkan ini, Untuk lebih memahami dan mengetahui alur ceritanya maka anda bisa baca cerita misteri dibawah ini. Saya sarankan jika anda tipe orang yang penakut untuk tidak meneruskan membacanya. Dan cerita ini merupakan cerita yang diambil dari berbagai sumber yang ada. Tanpa panjang lebar silahkan simak ceritanya berikut ini :
Mitos Pesugihan Kembang Sore dan Misteri Putri Roro Kembang Sore
Bagi Masyarakat Indonesia Pesugihan Gunung Kemukus di Jawa Tengah cukup terkenal dengan mitos pesugihan dengan ritual hubungan badan. Di Jawa Timur teryata ada juga pesugihan dengan cara ritual berhubungan badan, yaitu di Desa Bolorejo. Legenda ini cerita yang sudah sangat lama berkembang di daerah Kembang Sore Tulungaagung, Jawa Timur, menjadi tempat ritual khusus, makam kuno yang terletak di Bukit Bolo, Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur ini memiliki tuah gaib yang bisa membantu para pemujanya untuk memperoleh kekayaan dengan cara irasional. Pada malam tiba banyak orang yang berkunjung ke makam tersebut, merekapun mempunyai tujuan masing-masing dari yang sekedar untuk Ziarah sampai yang bertujuan untuk mendapat berkah bagi pedagang agar laris dagangnya, bagi penyayai agar banyak penggemarnya, dan ada pula yang datang dengan terang-terangan untuk mencari pesugihan.
Bagi para pencari pesugian Mereka membawa persyaratan khusus yang mereka bawa dari rumahnya, ubo rampe yang mereka bawa antara lain sekul anget (nasi gurih panggang ayam)/ Kambing, dan sekul wangi (bunga telon, minyak wangi, kemenyan). Selain umborampe tersebut, sepulang dari melaksanakan ritual tidak boleh berhenti di kawasan Gunung Bolo. Tidak cukup sampai di situ apabila si pelaku ngalap pesugihan mereka berhasil,hari Jum’at Pon si pelaku pesugihan terus menyembelih kambing di makam Roro Kembagsore. Setelah itu, semua uborampe dikendurikan di makam Roro Kembangsore tersebut.
Yang menjadi fenomena menarik adalah, apabila ngalap pesugihanya ingin cepat berhasi, mereka harus melakukan hubungan terlarang alis berzina, dengan orang lain selain istrinya, hal ini di yakini sebagian orang akan cepat terkabulnya permintaan keduniawian mereka. Tak pelak sekarang di daerah tersebut bak sebuah protitusi yang terselubung, banyak penjaja cinta komersial menawarkan diri untuk hal tersebut. Selain itu juga ada satu mitos unik lagi , bahwa kalau ziarah kesana tidak boleh membawa istri atau suami, konon kabarnya kalau hal itu di lakukan maka akan terjadi prahara rumah tangga alias cerai, entah benar-entah tidak akan tetapi fenomena tersebut sudah ada sejak dulu dan secara turun-temurun menjadi sebuah mitos kepercayaa.
Terus siapa sebenarnya Kembang Sore tersebut, Kebang sore adalah seorang putri cantik berkulit kuning lansap, berambut panjang serta berbudi pekerti ramah anak dari Adipati Bedalem dari Kadipaten Bonorowo. Menurut cerita Roro kembang sore sampai ajalnya menjemput Tidak pernah menikah, bukanya tak laku banyak pangeran dan bupati yang melamarnya, akan tetapi dia menolak secara halus, untuk tidak melukai perasaan sang pelamar, hingga akhirnya dia jatuh cinta kepada seorang sudra yang bernama Joko Budheg.
Pada waktu Joko Budheg melamar tidak serta merta di terima begitu saja lamaranya. Kembang Sore mau dipersunting oleh Joko Budeg asalkan Joko Budeg mau bertapa 40 hari 40 malam di sebuah bukit, beralaskan batu dan memakai tutup kepala “cikrak” (alat untuk membuang sampah di Tulungagung) sambil menghadap ke Lautan Kidul.
Joko Budeg menerima persyaratan ini, dan melaksanakan apa yag diminta oleh Roro Kembang Sore. sampai akhirnya dia dikenal dengan sebutan Joko Budheg. Setelah beberapa lama sampai waktu yang telah di tentukan, Roro kembang sore yang notabenya jatuh cinta kepada Joko budeg berharap joko budeg datang kepada dia, akan tetapi ternyata joko budeg tidak kunjung datang, maka disusulah joko budeg ketempat pertapaanya, sesampainya di sana Roro kembang sore berusaha membangunkan joko budeg dari pertapaanya, akan tetapai joko budeg tidak juga kunjung bangun, hingga akhirnya keluar kata-kata dari mulut Roro Kembang sore, “ditangekke kok mung jegideg wae, koyo watu” Bahasa Indonesianya "dibangunkan kok tidak bangun-bangun, kayak batu" seketika itu terjadi keajaiban alam, Joko Budeg berubah wujudnya menjadi batu.
Saat ini bukit tempat Joko Budeg bertapa dikenal dengan nama “Gunung Budeg” dan patung Joko Budeg bertapa masih untuh sampai sekarang. Dengan rasa kecewa roro kembang sore kembali ke rumahnya, dan dia bersumpah bahwa dia tidak akan menikah sampai ajal menjemput. untuk melakukan sumpahnya tersebut. Roro Kembang Sore akhirnya bertapa di satu tempat, sampai meninggal dan dikuburkan di tepat itu. Saat ini tempat pemakaman kembang sore dikenal sebagai Pemakaman Gunung Bolo yang sangat terkenal di Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
0 komentar:
Posting Komentar