Di depan gapura, terdapat tanah yang selalu basah. Konon katanya, dulu adalah kolam pemandian, tempat Setyowati bertemu Prabu Angling Dharma yang menjelma menjadi burung Meliwis Putih.
Biasanya sebuah petilasan atau jejak meninggalkan benda-benda purbakala berupa arca, batuan purbakala atau bahkan sebuah candi. Namun berbeda dengan petilasan Anglingdarma ini. Hanya potongan-potongan batu bata kuno saja yang terlihat.
“Konon ceritanya Prabu Angling Dharma pernah bersinggah di Bojonegoro saat mengalami masa hukuman dan kutukan menjadi burung Belibis. Beliau dihukum oleh Dewi Uma dan Dewi Ratih karena melanggar janji sendiri untuk tidak menikah lagi sebagai wujud cintanya kepada Dewi Setyowati yang mati bunuh diri,” ujar Atmo penjaga petilasan.
Ia dianggap melanggar janji saat Dewi Uma dan Dewi Ratih menguji keteguhan janji itu dengan cara menyamar menjadi nenek-nenek dan gadis cantik menyerupai Dewi Setyowati.
Runtuhlahlah iman sang Prabu. Kemudian ia dikutuk kedua kalinya oleh seorang putri raksasa yang cantik dan pemakan manusia sebagai burung Belibis.
Pada perjalanan selanjutnya sampailah di Wonosari, Bojonegoro. Kisah selanjutnya, Angling Darma memperistri Dewi Srenggono, Trusilo, dan Mayangkusuno dan kemudian mempunyai beberapa putera.
Sang Prabu pernah kembali ke kerajaan Mlowopati beserta istri dan putranya karena saat itu Mlowopati diserang Raja Raksana Pancadnyono. Atas kembalinya sang Raja Mlowopati, dimenangilah peperangan itu walau Patihnya Batik Madrim dan pasukannya sempat kewalahan.
Akan tetapi belum diketahui secara pasti apakah sang Prabu menetap di Mlowopati sampai akhir hayat atau tidak. Sehingga sampai saat ini masih menjadi perdebatan perihalletak makam Prabu Angling Dharma.
0 komentar:
Posting Komentar