Puncaknya, teman-teman semua sepakat untuk melaksanakan perpisahan dengan berpariwisata ke tiga tempat tujuan yakni di Kraton Jogjakarta, Parangtritis dan Tawangmangu. Pada hari yang telah ditetapkan, kami bergembira naik bus yang sudah disewa pergi ke lokasi pariwisata tersebut dan berangkat pada malam hari. Pagi harinya, setelah melewati perjalanan yang melelahkan, sampailah kami pada tujuan wisata yang pertama yakni di Kraton Jogjakarta.
Di lokasi tersebut, kami sangat mengagumi bangunan Kraton yang sangat megah yang melambangkan kerajaan terbesar di tanah Jawa. Setelah puas berkeliling di seputar Kraton Jogjakarta, kami pun melanjutkan perjalanan ke Parangtritis.
Hari masih pagi sekitar jam 09.00 wib ketika kami sampai di lokasi tersebut. Teman-temanku berlarian kesana-kemari melampiaskan kegembiraannya. Ada yang saling berkejar-kejaran, ada yang bermain-main dengan deburan ombak, dan ada pula yang hanya takjub memandang keindahan pantai Parangtritis.
Sebagai Ketua Panitia perpisahan, pandangan mataku senantiasa menatap semua teman-teman dengan segala aktivitasnya. Tiba-tiba dari belakang ada seorang teman wanita bernama Tina menyapa.
"Hai, kamu kayaknya nggak menikmati wisata perpisahan ini?" tanyanya.
"Aku menikmati, tetapi aku harus tanggung-jawab pada teman-teman lain karena aku khan panitia," ujarku agak setengah bercanda.
"Eh...aku dengar di Parangtritis ini sering dihubung-hubungkan dengan Nyi Roro Kidul. Apa itu benar?" tanyanya.
Aku mengiyakan. Karena memang sering aku membaca hal-hal yang berkaitan dengan Nyi Roro Kidul di Parangtritis ini.
Mendengar penjelasanku, ternyata Tina tidak percaya. "Aku nggak percaya kalau ada Nyi Roro Kidul itu," katanya.
"Eh...jangan ngomong begitu di sini," cegahku.
Tapi tampaknya upayaku untuk mencegahnya sia-sia. Tina tetap tidak percaya dan malah berjalan bergegas mendekati pantai.
Setelah berada di bibir pantai, Tina sontak berteriak," Hei.....Nyi Roro Kidul, katanya kamu ada. Aku nggak percayaaa....kalau kamu adaaaa....Tunjukkan wujudmu." Setelah meneriakkan kata-kata itu, wajah Tina menampakkan rasa puas. Aku yang sontak mendengar Tina berteriak-teriak seperti itu, langsung mendekatinya dan mencegahnya untuk berteriak-teriak lagi.
Tapi terus saja, Tina berteriak seolah menantang. Seketika ombak yang sebelumnya tidak pernah menyentuh kaki kami, tiba-tiba terlihat dari tengah mulai membesar dan bergulung-gulung. Gulungan ombak itu terus membesar menuju ke arah kami seolah-olah hendak ‘menelan’ kami.
Begitu ombak menghantam kaki kami, tiba-tiba Tina terjatuh. Dan dengan mata kepalaku sendiri aku melihat ombak-ombak yang menghantam kaki Tina seolah berubah bak tali yang menarik kaki temanku itu. Sontak Tina langsung berteriak-teriak minta tolong karena terseret ke tengah laut.
Sebagai Ketua Panitia aku langsung melompat memegang tangan Tina. Dan wajah Tina terlihat pucat pasi memandang ke arahku sementara tubuhnya terus terseret dan aku berusaha untuk memegangi tangannya.
"Tina ayo minta ampun sama Tuhan dan Nyi Roro Kidul," kataku berteriak di tengah deburan ombak yang terus menghantam deras.
"Ampun Nyi Roro Kidul.....Ampuuuuuunnnn..." ujarnya setengah terputus-putus.
Dan begitu kata-kata itu terucap dari bibir Tina, sontak air yang menyerupai tali yang mengikat kakinya itu berubah kembali dan kembali menuju tengah laut. Tak henti-hentinya aku bersyukur ke hadiran Allah yang telah melindungi kami terhindar dari marabahaya.
0 komentar:
Posting Komentar