Di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, ada salah satu desa bernama Kaligesing yang yang terkenal dengan penghasilan utama penduduk dari buah-buahan salah satu yang cukup terkenal buah durian. kondisi daerah yang berbukitan membuat desa Kaligesing cukup sunyi, apa lagi kisah ini diceritakan sekitar tahun 1990.
Salah satu Pemuda desa kaligesing bernama agus sudah jadi kewajiban gotong royong menjadi pemuda desa kaligesing harus mau digilir jadi petugas ronda. Karena desa kami belum punya pos ronda, untuk sementara tempat menggunakan balai desa sebagai tempat berkumpul. Biasanya dalam satu malam ada sekitar 12 orang yang ronda dan ini dibuat secara bergilir dengan warga yang lain.
Kami sangat akrab, maklumlah kami hidup di desa dengan segala sesuatu serba minim, akan tetapi semangat kebersamaan begitu terasa di daerah ini. Pada waktu itu, kami mengalami kejadian yang aneh dan tak masuk akal, bermula ketika kami mendapat jatah ronda malam, biasanya kami harus sudah berkumpul sekitar pulul 22.00 dan berakhir pukul 05.00. Kami pukul tersebut sudah ada di balai desa dan setiap dua jam sekali, kami keliling desa melihat situasi keadaan desa, jangan sampai terjadi pencurian atau sesuatu hal yang tak diinginkan.
Hari mulai beranjak malam, kami baru saja pulang dari berkeliling desa, rasa lelah dan kantuk membuat kami mencoba tidur sebentar dengan beralas tikar yang biasa digunakan para peronda. Tiba-tiba dari kamar gudang yang ada di balai desa terdengar suara "klak, klak!," sangat keras. "Apaan itu Gus," tanyaku pada temanku itu. "Tak tahu ya, mungkin tikus, ayo kita lihat aja," ajak Agus padaku. Kami pun berusaha mencari sumber suara dengan cara mendekati kamar gudang, untunglah kamar tidak dikunci, pelan-pelan pintu kami buka.
Bolam 10 watt menerangi ruangan gudang dan yang kami lihat sungguh sangat mengejutkan, keranda tempat membawa mayat bergerak sendiri, seperti ada sesuatu yang akan masuk ke dalamnya dan payung perlengkapan jenazah terbuka dengan sendirinya lalu menutup lagi dan terbuka lagi secara berulang kali. Memang tidak masuk akal, tidak ada orang, alat-alat perlengkapan pengangkut jenazah dapat bergerak-gerak. Kami saling berpandangan dan berakhir dengan berlari menjauh dari kamar gudang tersebut.
Malam itu kami tidak berani lagi ada di balai desa, masih takut dengan kejadian yang baru saja kami lihat. Setelah pagi harinya barulah tersiar kabar, bahwa salah satu warga desa ada yang meninggal. Rasa penasaran dan ingin tahu, kami mencoba mendatangi rumah Ketua RT. "Memang benar, setiap ada orang desa yang akan meninggal, biasanya sebelumnya ditandai dengan payung dan keranda yang kita simpan di balai desa itu begerak sendiri," kata Harjo, Ketua RT setempat.
Memang di desa kami dulunya alat perlengkapan seperti keranda, payung, kain mori dan yang lainnya disimpan di balai desa dan ini sudah menjadi kebiasaan desa kami dan beberapa desa lainya.
0 komentar:
Posting Komentar